Petunjuk Mudah...... !
Klik BERANDA (pada Daftar Halaman).
Anda akan masuk ke Daftar Isi semua posting Blog.
Selamat menikmati.
--------------------------------------------------------------
Prolog
------------------------------
Bismillahirrahmanirrahiim
Selamat Datang di Blog Kami, semoga Informasi yang anda cari tersedia dan silahkan dibaca, dicopy atau dibagi kepada siapapun yang membutuhkan.
Etika berkunjung, silahkan anda tinggalkan NAMA atau EMAIL sebagai niat baik & ijin.
insya Allah, ILMU yang ada disini akan membawa berkah & manfaat untuk kita semua. Amin.
Bagi yang berkenan silahkan kasih komentar dengan Sopan & Santun sebagai perwujudan ukhuwah islamiyah.
Bagi yang yang tidak berkenan, kami mohon maaf.
( Harap cantumkan nama Gus Is - 1hati17an.blogspot.com )
-----------------------------
Senin, 08 Juli 2013
Oleh :
KH. Abdullah Gymnastiar
Semakin
kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain,
apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu
berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini
berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang
mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.
Ketahuilah
bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin
banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat
terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan
Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan
terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi
kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak
ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.
Selayaknya
kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain,
sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita
dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi
jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan
itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.
Jadi,
ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka,
sebetulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah
yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter
sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang
pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah
baginya. Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya,
serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain
memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu
kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati
selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya
akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.
Juga, tidak
selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan,
mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa
berhutang budi. Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada
anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu
bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak
sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya
lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.
Percayalah
bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan
bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik,
Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan
menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.
Seorang
guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada
murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan
tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru.
Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru
akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk
akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan
niat bersyukur bukan ujub dan takabur.
Perlu lebih
hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah
seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal
untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang
dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan
menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.
Andaikata
ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya
hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak
berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun
tidak sama sekali.. andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan
dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang
supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun
jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya
berharap balasan dari makhluk.
Seharusnya
yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini
diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil
yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya,
niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau
diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan
mendorong apa?
Takdir
mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan
ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang
mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di
perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.
Mari kita
bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan
sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah
melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah
SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang
sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang
yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai
menyembunyikan aib-aibnya.
Selamat
berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan
jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih
ringan, dan lebih indah. Insya Allah.
nampilan dan kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak
kesia-siaan, kalau diberi tugas dan pekerjaan selain tidak tuntas, tidak
memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.
5. Karyawan
/ Pejabat "Haram"
Ciri khas
dari kelompok ini adalah : kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya
sangat diharapkan karena menguntungkan.
Orang tipe
ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan
"ketiadaannya". Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya
sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.
Akhlaknya
sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu
domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin,
pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah
sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah "trouble maker".
Silahkan
anda renungkan, kita termasuk kategori yang mana...? Semoga semua ini menjadi
bahan renungan agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri dan
mempersembahkan yang terbaik dan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat nanti.
Jadilah manusia yang "wajib ada". Semoga!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar