Naungan - Usaha & Produk

Daftar Halaman

  • Beranda
  • Motivaqolbi
  • Titian Hikmah
  • StoriesofHikmah
  • Banyak Cinta
  • Kehebatan Doa
  • Kehebatan Ayat
  • Kajian Ghaib
  • Tasawwuf
  • Anda Perlu Tahu
  • Catatan
  • Tips Kesehatan
  • eBook
  • Software
  • Kitab-Kitab
  • Photo Ulama'
  • Photo Acara
  • Sesungguhnya LIDAH ORANG BIJAK itu ada dibalik hatinya. Apabila dia ingin berkata maka dia kembali kepada hatinya. Jika itu bermanfa'at baginya maka dia berkata. Namun jika itu berdampak buruk baginya maka diapun menahan mulutnya (sama dengan tulisan). Sedangkan ORANG BODOH, hatinya berada diujung lidahnya. Dia tidak kembali kepada hatinya. Apa saja yang ada dimulutnya maka dia ucapkan (sama dengan tulisan). --- Siapapun bisa menjadi ORANG BIJAK selama dia bisa menjaga perasaan/ emosionalnya & LISANNYA (tulisannya). Perasaan tidak cocok, tidak sepaham & tidak senang tidak perlu kita tampakkan jika anda ingin jadi ORANG BIJAK. --- Menjadi Orang bodoh sangat lebih mudah, biar bertitel SARJANA ataupun berilmu tapi tidak bisa mengendalikan perasaannya. lihatlah Lisan & Tangannya akan menampakkannya. Siapa dirinya sebenarnya.
Petunjuk Mudah...... !
Klik BERANDA (pada Daftar Halaman).
Anda akan masuk ke Daftar Isi semua posting Blog.
Selamat menikmati.
--------------------------------------------------------------

Q-Power (Miracle Heart Energy)

Q-Power (Miracle Heart Energy)
klik gambar untuk melihat website energi q

Prolog

------------------------------

Bismillahirrahmanirrahiim

Selamat Datang di Blog Kami, semoga Informasi yang anda cari tersedia dan silahkan dibaca, dicopy atau dibagi kepada siapapun yang membutuhkan.

Etika berkunjung, silahkan anda tinggalkan NAMA atau EMAIL sebagai niat baik & ijin.

insya Allah, ILMU yang ada disini akan membawa berkah & manfaat untuk kita semua. Amin.

Bagi yang berkenan silahkan kasih komentar dengan Sopan & Santun sebagai perwujudan ukhuwah islamiyah.

Bagi yang yang tidak berkenan, kami mohon maaf.

( Harap cantumkan nama Gus Is - 1hati17an.blogspot.com )

-----------------------------

Rabu, 10 Juli 2013

OTAK diperkuat, Lupa pada JIWA

Pembelajaran Selama ini Hanya Untuk Otak.  Tidak Untuk Jiwa.  

Apa yang salah pada anak-anak itu ?
Mereka lahir sebagai Muslim, dibesarkan dengan pendidikan Islam, melewati masa kecilnya dengan hafalan ayat-ayat suci Al-Qur'an serta do'a-do'a shalat, dan mengisi masa belianya dengan mengaji di masjid-masjid, madrasah maupun pesantren.  Mereka hafal beberapa hadist Nabi maupun bait-bait Barzanji.  Tetapi ketika menginjak masa remaja, tak ada kebanggaan didadanya untuk berkata, "Isyhadu bi anna muslimun! Saksikanlah bahwa aku seorang Muslim."

Apa yang salah pada ana-anak itu ?
Mereka telah belajar tentang halan dan haram.  Mereka juga belajar tentang makruh dan sunnah.  Bahkan puasa-puasa sunnah mereka lakukan demi memperoleh ranking pertama di sekolah, atau untuk memperoleh beasiswa yang tak seberapa jumlahnya, atau bahkan sekedar untuk bisa mengerjakan ujian esok hari.  Demi hal-hal yang sepele dan remeh-temeh mereka hadapi dengan puasa sunnah, qiyamul-lail dan dzikir-dzikir panjang.  Tetapi ketika mereka mulai menginjak dewasa, apa pun dilakukan untuk memperoleh seperiuk nasi, termasuk dengan menjual agama.  Atas nama kemerdekaan berpikir, mereka menadahkan tangan kepada lembaga-lembaga donor dengan proposal untuk mengubah ruh agama.

Apa yang salah pada anak-anak itu ?
Ketika kecil mereka dibesarkan dengan tangis orangtua agar kelak menjadi orang yang berguna.  Ketika mulai beranjak besar, airmata itu masih belum berhenti mengalir karena banyaknya biaya sekolah yang harus dipikir orangtua.  Tetapi ketika mereka telah benar-benar besar, orang tua terkadang masih harus menangis karena anak-anak itu telah melupakan agamanya atau bahkan menodainya.  Ada yang bahagia melihat betapa "hebat" anaknya, tetapi diam-diam menabung beratnya pertanggungjawaban di akhirat.  Nau'dzubillahimin dzalik.

Teringatlah saya dengan firman Allah, "Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anaku hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahalayang besar." [Al-Anfaal:28]

Sebagai cobaan, anak-anak bisa membawa kita lebih dekat kepada Allah ta'ala. Amal kita dan anak-anak kita saling disusulkan, sehingga bisa bersama-sama di syurga, kelak setelah kiamat tiba.  Tetapi kalau kita salah menata mereka, anak-anak itu bisa menjadi musuh orangtua; di dunia, di akhirat ataubahkan dunia dan sekaligus akhirat .  Dan diantara penyebab kehancuran ituadalah niat kita yang salah tatkala mendidik mereka, atau pendidikan yangkeliru saat mereka kita besarkan, atau kedua-duanya; niat dan perlakuan samaburuknya.

Kadang ada orangtua yang kurang bisa mendidik anaknya, tetapi karena iatnya
yang jernih dan pengharapannya yang kuat, Allah memberi pertolongan.Anak-anak itu menjadi perhiasan orangtuanya, di dunia dan akhirat.Anak-anak itu membawa kebaikan yang besar, penuh dengan barakah, pada hariia dilahirkan, dimatikan dan dibangkitakan kembali.

Tetapi....
Anak-anak itu bisa menjadi musuh orang tuanya.  Kehadirannya menjadi sebab
lahirnya keburukan, kerusakan dan kehancuran.  Mereka penyebab orang-Orangberpaling dari agamanya.  Mereka membuat orang-orang yang beriman mengalamikeraguan, dan orang-orang yang masih lemah keyakinannya semakin jauh dariTuhannya.  Mereka menjadi sebab kerusakan bukan karena tidak berpengetahuan.Bahkan boleh jadi mereka sangat luas pengetahuannya.  Tetapi tidak ada imandan muraqabah di hati mereka, kecuali sangat tipis.  Wallahu A'lam bishawab.

Teringat saya pada firman Allah Yang Maha Suci, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan/fitnah (bagimu).  Di sisi Allahlah pahala yang besar." [At-Taghaabun: 14-15]

Ada perintah di sini.  Perintah untuk berhati-hati terhadap mereka. Selebihnya, ada pelajaran yang patut kita renungkan dari peristiwa-peristiwa yang telah berlalu atau pun yang masih terpampang di hadapan kita.

Sesungguhnya tidak ada kebetulan di dunia.  Ada hokum-hukum sejarah yang mengikatnya.  Kitalah yang harus menemukan prinsip-prinsip itu.

Apa yang salah pada anak-anak itu?
Ada satu hal.  Mereka mendapat pembelajaran 'ibadah, sehingga banyak surat-surat pendek yang dihafal saat usianya belum melewati lima tahun. Tetapi pembelajran itu hanya untuk otaknya.  Tidak untuk jiwa.  Padahal pangkal perubahan adalah pada jiwa.  Bukan otak yang cerdas.  Orang yang Tahu, tidak dengan sedirinya bertindak sesuai dengan pengetahuannya. Seorang dokter spesialis penyakit dalam bisa meninggal karena terlalu banyak merokok.  Sebabnya, bahaya rokok hanya tersimpan di otak.  Tidak menggerakan jiwa.  Karena begitu kecilnya pengaruh pengetahuan di otak bagi perubahan sikap dan perilaku, maka perusahaan (rokok: EHz) tidak pernah khawatirmencantumkan peringatan pemerintah tentang bahaya merokok disetiapkemasannya.

Sebaliknya, kalau hati sudah tersentuh dan jiwa sudah tergerakan, pengetahuan tentang resiko tak akan membuat kaki berhenti melangkah.  Merekayang pergi berjihad bukan tidak tahu kalau jiwa bisa melayang.  Tetapiketika keyakinan sudah kokoh, tak ada lagi yang perlu ditakutkan dengankematian.

Ya, letaknya pada jiwa.  Tetapi alangkah sering kita lupa pada jiwa. Letaknya pada iman.  Tetapi alangkah sering kita mengabaikan.  Letaknya pada 'aqidah yang menghidupkan hati.  Tetapi alangkah sering kita hanya mengurusi otaknya.  Padahal otak saja tidak cukup. Diam-diam saya teringat dengan sebuah hadis riwayat Imam Ahmad.  Ada contoh yang rasanya amat perlu kita renungkan hari ini, ketika anak-anak kita yang dulu sibuk menghafal matan Alfiyah, sekarang telah merusak agama atas nama ijtihad dan tajdid.  Atau bahkan telah secara nyata menentang agama. Sekurang-kurangnya meragukan kesucian agama.

Ada contoh yang patut kita renungkan.  Ketika Ibnu Abbas masih amat kecil, Rasulullah saw. mengajarkan beberapa kalimat yang membekas dalam jiwa.  Kata Rasulullah, "Jagalah (hak) Allah, niscaya Dia akan menjagamu.  Peliharalah (hak) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.  Kenalilah Dia di saat kau bahagia, niscaya Dia akan mengenalimu di saat kau susah."

"Apabila kau meminta, mintalah kepada Allah.  Sesungguhnya pena telah mongering, mencatat apa yang ada.  Seandainya seluruh makhluk bermaksud menolongmu dengan sesuatu yang tidak ditetapkan leh Allah untukmu, niscaya mereka tidak akan sanggup melakukannya.  Dan jika (manusia) bermaksudmen celakakanmu dengan sesuatu yang tidak ditetapkan Allah bahwa sesuatu ituakan mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan sanggup melakukannya." [HR.Ahmad]

Adnan Hasan Shalih Baharits menerangkan, nasihat Rasulullah saw. Ini membangkitkan muraqabah pada diri anak semenjak dini.  Anak memiliki kesadaran bahwa setiap langkahnya senantiasa mendapatkan pengawasan Allah.
Ini merangsang anak untuk memiliki kendali perilaku yang berasal dari dalam dirinya (internal locus of control).  Ia sekaligus membangkitkan komitmendan tanggung-jawab, sehingga pikiran dan tindakan anak lebih terarah.  Pada gilirannya, ini akan memperkuat dan mensucikan maksud dan tujuan sosialnya
sehingga ia akan mudah berkorban.

Saya teringat dengan John W Santrock.  Pakar psikologi perkembangan yang terkenal dengan bukunya berjudul Adolescence (2001) ini menunjukan bahwa kebingungan identitas hanyalah mitos.  Ada remaja-remaja yang tidak perlu sibuk mencari jati-diri.  Mereka telah mengenali dirinya, tujuan hidupnya dan makna hidupnya karena sedari kecil telah memiliki keyakinan, komitmen hidup serta persepsi tentang tanggungjawab (perceived responsibility) yang kuat.  Inilah yang membuat hidp mereka lebih terarah, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh sebayanya.

Sepanjang sejarah, agama ini telah melahirkan manusia-manusia besar yang di usia amat belia telah menghasilkan catatan sejarah yang mengesankan.  Imam Syafi'i telah didengar kata-katanya sebagai fatwa yang otoritatif ketika usia baru 16 tahun.  Imam Ahmad bin Hanbal telah sibuk mempelajari ilmu hadis tatkala umurnya baru menginjak 15 tahun.  Dan Usamah bin Zaid – seorang sahabat Nabi saw. -  telah mendapat kepercayaan sebagai panglima perang, juga ketika usianya baru berkisar 16 tahun.

Barangkali ada benarnya kesimpulan Jean Jaques Rousseau.  Kata Rousseau. "L'homme qui medite est un animal deprave'." Manusia yang hanya berpikir saja adalah binatang yang bercacat.

Menurut Rousseau, semua penyakit kemanusiaan timbul karena manusia hanya mempertajam akalnya dan mengesampingkan panggilan hati nuraninya. Artinya, hebatnya pengetahuan agama tanpa iman yang kokoh, justru bisa menjadi sebab rusaknya agama.  Bal'am bin Baurah contohnya.
Semoga ada yang bisa kita renungkan. 


Semoga Allah menolong kita (amin yaRABBAL 'alamiiin : EHz)

Lupa Pada Jiwa Oleh: Mohammad Fauzil Adhim -Sumber: Hidayatullah




0 komentar:

Posting Komentar

About This Blog

  © Blogger template The Business Templates by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP