Petunjuk Mudah...... !
Klik BERANDA (pada Daftar Halaman).
Anda akan masuk ke Daftar Isi semua posting Blog.
Selamat menikmati.
--------------------------------------------------------------
Prolog
------------------------------
Bismillahirrahmanirrahiim
Selamat Datang di Blog Kami, semoga Informasi yang anda cari tersedia dan silahkan dibaca, dicopy atau dibagi kepada siapapun yang membutuhkan.
Etika berkunjung, silahkan anda tinggalkan NAMA atau EMAIL sebagai niat baik & ijin.
insya Allah, ILMU yang ada disini akan membawa berkah & manfaat untuk kita semua. Amin.
Bagi yang berkenan silahkan kasih komentar dengan Sopan & Santun sebagai perwujudan ukhuwah islamiyah.
Bagi yang yang tidak berkenan, kami mohon maaf.
( Harap cantumkan nama Gus Is - 1hati17an.blogspot.com )
-----------------------------
Senin, 08 Juli 2013
Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar
Hidup di
kota besar semacam Jakarta atau Bandung membutuhkan kekuatan iman dan kekuatan
mental. Macet di perjalanan dalam waktu-waktu tertentu adalah suatu
permasalahan yang kadangkala sering kita hadapi. Tak heran bila untuk sebuah
perjalanan, kalau kita tidak memakai strategi yang bagus, tidak memakai
perencanaan yang matang, maka kemacetan akan benar-benar mencuri waktu begitu
lama. Terkadang bisa berjam-jam di jalan. Kalau saja tidak berusaha untuk
bening hati, sepertinya sepanjang jalan yang terjadi hanya dongkol dan
marah-marah. "Aduh , kapan sampainya! Aduh, kok ini lama banget! Aduh, kok
macet terus!" Mungkin ungkapannya seperti itu. Aduh dan aduh.
Padahal
kata-kata aduh, kalau hanya tanda keluh kesah, sebetulnya tidak menyelesaikan
masalah. Justru kata-kata yang terlontar itu menunjukkan ketidaksabaran kita.
Apalagi tiba-tiba di pinggir jalan ada kendaraan lain berhenti seenaknya. Kita
boleh kecewa dan melihat ini sebagai sesuatu yang harus diperbaiki. Tetapi,
tidak berarti kita harus sengsara dengan marah-marah atau berkeluh kesah. Mata terbeliak
dan mulut kadang berucap "Minggir, dong!" Mungkin inginnya menghardik
seperti itu. Tetapi, alangkah lebih baiknya jika kita menyapa dengan kata yang
lemah lembut, "Maaf, Pak! Boleh agak ke pinggir sedikit!" Ungkapan
seperti ini nampaknya akan lebih ringan ke dalam hati, dari pada melotot dengan
menggunakan otot.
Boleh jadi
kalau sudah banyak kedongkolan, selain akan banyak berkeluh kesah, juga akan
menjadikan diri lebih emosional. Ini yang paling merugikan. Bagi kita maupun
orang lain. Kita harus mengukur kehilangan waktu dalam beberapa menit atau
beberapa jam, padahal waktu tersebut sebenarnya dapat menjadi tambahan ilmu dan
kemampuan diri kita. Ada baiknya, selama perjalanan lengkapi diri dengan
sumber-sumber ilmu, baik berupa kaset ceramah, nasyid, atau kaset murotal
Qur'an. Sumber-sumber ini akan menambah percepatan keilmuan kita, disamping
akan membuat kita tidak tergoda untuk ber-aduh ria. "Aduh, terlambat nih!
Aduh, sialan kamu! Aduh, ada yang ketinggalan nih!" Kata-kata seperti ini
sebetulnya tidak perlu dikeluarkan! Karena tidak menyelesaikan masalah. Lebih
baik kita isi dengan do'a : "Ya Allah, semoga saya datang tepat waktu,
semoga ada jalan keluar dari kemacetan ini". Kata-kata ini akan lebih
produktif dibandingkan dengan kata "aduh".
Marilah
kita meminimalisirkan keluh-kesah seperti ini. Apalagi bagi kita pun ada
kenikmatan tersendiri bila kita bicara lebih santun. Kesantunan akan membuat
batin kita lebih ringan dari pada berperilaku emosional. Lebih dari itu,
kelembutan akan mampu menaklukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan
kekerasan. Itu sudah bagian dari rumusnya. Karena, kalau orang-orang keras
dilawan dengan kekerasan, maka itu akan merasa bagian dari dunianya. Tapi,
kalau orang-orang yang bertemperamen keras itu diberi kelembutan yang tulus
dari lubuk hati yang paling dalam, Isya Allah mereka akan terbawa lembut juga.
Contohnya, orang sekeras Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid bisa jatuh
tersengkur menagis oleh lembutnya alunan Al-Qur'an.
Berkeluh
kesah seringkali membuat kita terdramatisasi oleh masalah. Seakan-akan rencana
dan keinginan kita lebih baik daripada yang terjadi. Padahal, belum tentu.
Siapa tahu, di balik kejadian yang mengecewakan menurut kita, ternyata sarat
dengan perlindungan Allah dan sarat dengan terkabulnya harapan-harapan kita.
Tiap melakukan kekeliruan, kita ditolong Allah dengan memberikan tuntunan-Nya.
Tuntunan itu tidak harus dengan terkabulnya keinginan yang kita mohonkan. Bisa
jadi terkabulnya do'a itu bertolak belakang dengan yang kita minta. Karena
Allah Mahatahu di balik apapun keinginan kita. Baik keinginan jangka pendek,
maupun keinginan jangka panjang. Baik kerugian duniawi maupun kerugian ukhrawi.
Baik kerugian secara materi maupun secara kerugian mental. Kita tidak bisa
mendeteksi secara cermat. Kadang-kadang kita hanya mendeteksinya sesuai dengan
keperluan hawa nafsu kita.
Kelihatannya
sepele mengaduh ini. Tetapi, itu akan menjadi kualifikasi pengendalian diri
kita. Ketahuilah bahwa kualitas seseorang itu tidak diukur dengan sesuatu yang
besar-besar, tetapi oleh yang kecil-kecil. Kalau kita ingin melihat kompleks
perumahan yang berkualitas, maka kita lihat saja panjang pendek rumput di
halamannya. Kalau berkualitas dan terawat dengan baik, maka rumputnya pun akan
nampak terawat dengan baik. Marilah kita respon setiap kejadian demi kejadian
dengan respon lisan yang positif. Mengapa? Karena setiap respon akan
mempengaruhi persepsi kita terhadap masalah yang kita hadapi dan cara kita
menyelesaikannya. Lebih dari itu akan berdampak pula kepada orang-orang di
sekitar kita. Jadi, sapaan-sapaan, teguran-teguran, komentar-komentar,
celetukan-celetukan ini harus benar-benar bernilai produktif. Tidak hanya
berarti bagi diri kita, tetapi juga bagi orang di sekitar kita.
Apalagi
keluh kesah termasuk penyakit hati, yaitu bentuk ketidaksabaran kita dalam
menerima ketentuan dari Allah. Ada hadits qudsi yang menyatakan bahwa
"Barang siapa yang tidak ridha terhadap ketentuan-Ku, dan tidak sabar atas
musibah dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits
qudsi ini, nampaklah bahwa segala apapun yang Allah karuniakan kepada kita,
maka kita harus menerimanya dengan ridha. Oleh karenanya, kita tidak perlu
banyak mengaduh atau berkeluh kesah. Sedapat mungkin kurangi aduh-mengaduh ini.
Jauh akan lebih produktif jikalau kita optimalkan waktu dengan banyak berdo'
a dan
menambah kualitas keilmuan diri serta terus menyempurnakan ikhtiar di jalan
Allah yang diridhai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar