Petunjuk Mudah...... !
Klik BERANDA (pada Daftar Halaman).
Anda akan masuk ke Daftar Isi semua posting Blog.
Selamat menikmati.
--------------------------------------------------------------
Prolog
------------------------------
Bismillahirrahmanirrahiim
Selamat Datang di Blog Kami, semoga Informasi yang anda cari tersedia dan silahkan dibaca, dicopy atau dibagi kepada siapapun yang membutuhkan.
Etika berkunjung, silahkan anda tinggalkan NAMA atau EMAIL sebagai niat baik & ijin.
insya Allah, ILMU yang ada disini akan membawa berkah & manfaat untuk kita semua. Amin.
Bagi yang berkenan silahkan kasih komentar dengan Sopan & Santun sebagai perwujudan ukhuwah islamiyah.
Bagi yang yang tidak berkenan, kami mohon maaf.
( Harap cantumkan nama Gus Is - 1hati17an.blogspot.com )
-----------------------------
Senin, 08 Juli 2013
SOMBONG, takabbur, atau
merasa diri besar adalah masalah yang sangat serius. Kita harus berhati-hati
dengan persoalan ini. Sebab kesombongan inilah yang menyebabkan setan terusir
dari surga dan kemudian dikutuk oleh Allah selamanya. Hadirnya rasa takabbur
sangat halus sekali. Banyak orang telah merasa tawadhu (rendah hati) padahal
dirinya di mata orang lain sedang menunjukkan sikap takabburnya.
Tentang
sikap takabbur ini Rasulullah SAW bersabda:
Tidak akan masuk surga siapa yang di dalam
hatinya ada kesombongan walau seberat debu. (HR Muslim). Allah benar-benar
mengharamkan surga untuk dimasuki orang-orang takabbur. Takabbur hanya layak
bagi Allah yang memang memiliki keagungan sempurna. Sedang seluruh makhluk
hanya sekadar menerima kemurahan dari-Nya.
Penyakit
takabbur memang benar-benar seperti bau busuk yang tidak dapat ditutup-tutupi
dan disembunyikan. Orang yang mengidap penyakit ini demikian mudah dilihat oleh
mata telanjang orang awam sekalipun dan dapat dirasakan oleh hati siapapun.
Perhatikan penampilan orang takabbur! Mulai
dari ujung rambut, lirikan mata, tarikan nafas, senyum sinis, tutur kata,
jumlah kata, nada suara, bahkan senandungnya pun benar-benar menunjukkan
keangkuhan. Begitupun cara berjalan, duduk, menerima tamu, berpakaian,
gerak-gerik tangan bahkan hingga ke jari-jari kaki. Semuanya menunjukkan
gambaran orang yang benar-benar buruk perangainya.
Ada pertanyaan menarik. Pantaskah sebenarnya
orang bersikap takabbur, jika seluruh kebaikan pada dirinya semata-mata hanya
berkat kemurahan Allah padanya? Padahal jika Allah menghendaki, dia bisa
terlahir sebagai kambing. Tentu saja saat itu tidak ada lagi yang bisa
disombongkan. Atau kalau Allah mau, dia bisa terlahir dengan kemampuan otak
yang minim. Bahkan jika Allah takdirkan dia lahir di tengah-tengah suku
pedalaman di hutan belantara, maka pada saat ini mungkin dia tengah mengejar
babi hutan untuk makan malam. Apa lagi yang bisa disombongkan?
Marilah kita berhati-hati dari bahaya
kesombongan ini. Jika penyakit ini datang pada kita, kita akan sengsara.
Langkah kehati-hatian ini bisa dimulai dengan mengenali ciri-ciri kesombongan.
Rasulullah SAW bersabda: Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan
sesama manusia. (HR Muslim). Jika dalam hati kita ada satu dari dua hal ini,
atau kedua-duanya ada, itu pertanda kita telah masuk dalam deretan orang-orang
sombong.
Sebagian orang ada yang merasa dirinya paling
mulia, baik, salih, dekat pada Allah, dikabul doanya, berkah urusannya, dan
lainnya. Ketika ada kebaikan lalu kita laporkan padanya, dia berkata: Oh, siapa
dulu dong yang mendoakannya? Dan ketika kita datang padanya dengan keluhan
berupa musibah, dia berkata: Ah, itu sih tidak aneh, saya pernah mengalaminya
lebih parah dari itu.
Ini adalah gambaran kesombongan. Orang merasa
diri lebih dekat pada Allah, lalu memandang orang lain dengan pandangan yang
merendahkan. Perilaku seperti ini jika diteruskan akan merugikan pelakunya.
Hakikatnya, semua kebaikan dan keburukan terjadi karena izin Allah. Katakanlah
(wahai Muhammad) bahwa semuanya (kebaikan dan keburukan itu) adalah dari sisi
(atas takdir) Allah. (QS An Nisaa 4:78). Kita tidak berdaya membuat kebaikan
dan keburukan jika Allah tidak menghen daki hal itu terjadi. Sekalipun berupa
doa atau puasa, tidak bisa dijadikan alasan bahwa kita punya kuasa atas
kebaikan dan keburukan. Wallahu alam***
(Kolom Manajemen Qolbu, Harian Kedaulatan
Rakyat Selasa, 01 Juli 2003)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar